Menelusuri
asal muasal Orang SUNDA - Sudah
sejak tahun 1950-an orang Sunda gelisah dengan sejarahnya.
Lebih-lebih generasi sekarang, mereka selalu mempertanyakan, betulkah sejarah
Sunda seperti yang diceritakan orang-orang tua mereka?
Katanya, kekuasaannya
membentang sejak Kali Cipamali di timur terus ke barat pada daerah yang disebut
sekarang Jawa Barat dengan Prabu Siliwangi sebagai salah seorang rajanya yang
bijaksana.
Betulkah?
Sejarah Sunda memang tidak banyak berbicara dalam percaturan sejarah nasional.
"Yang diajarkan di sekolah, paling hanya tiga kalimat," kata Dr Edi
Sukardi Ekadjati, peneliti, sejarawan dan Kepala Museum Asia Afrika di Bandung.
Isinya singkat saja hanya mengungkap tentang Kerajaan Sunda dengan Raja Sri
Baduga di daerah yang sekarang disebut Jawa Barat, lalu runtuh. Padahal,
kerajaan dengan corak animistis dan hinduistis ini sudah berdiri sejak abad
ke-8 Masehi dan berakhir eksistensinya menjelang abad ke-16 Masehi.
Kisah-kisahnya
yang begitu panjang, lebih banyak diketahui melalui cerita lisan sehingga sulit
ditelusuri jejak sejarahnya. Tetapi ini tidak berarti, nenek moyang orang Sunda
di masa lalu tidak meninggalkan sesuatu yang bisa dilacak oleh anak cucunya
karena kecakapan tulis-menulis di wilayah Sunda sudah diketahui sejak abad ke-5
Masehi. Ini bisa dibuktikan dengan prasasti-prasasti di masa itu.
Memang
peninggalan karya tulis berupa naskah di masa itu hingga kini belum dijumpai.
Tetapi setelah itu ditemukan naskah kuno dalam bahasa dan huruf Sunda Kuno,
yakni naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian yang selesai disusun tahun 1518
M dan naskah Carita Bujangga Manik yang dibuat akhir abad ke-15 atau awal abad
ke-16. Suhamir, arsitek yang menaruh minat besar dalam sejarah Sunda menjuluki
naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian sebagai "Ensiklopedi Sunda".
Naskah-naskah
lainnya adalah Cariosan Prabu Siliwangi (abad ke-17 atau awal abad ke-18), Ratu
Pakuan, Wawacan Sajarah Galuh, Babad Pakuan, Carita Waruga Guru, Babad
Siliwangi dan lainnya.
NASKAH
Sanghyang Siksa Kana Ng Karesian dan Carita Bujangga Manik disusun pada zaman
Kerajaan Sunda-Pajajaran masih ada dan berkembang. Karena itu, dilihat dari
kacamata sejarah, kedua naskah tersebut bisa jadi sumber primer. Sedangkan
naskah-naskah lainnya yang disusun setelah Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh
termasuk sumber sekunder. Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh pada tahun 1579.
Kedua
naskah tersebut ditulis dengan bahasa dan huruf Sunda Kuno. Sedangkan naskah
lainnya ada yang ditulis dengan bahasa dan huruf Jawa, bahasa dan huruf Arab,
bahasa Jawa-Sunda atau huruf Jawa tapi bahasanya bahasa Sunda seperti naskah
Carita Waruga Guru dan bahasa Melayu dan huruf Latin. Sampai tahun 1980-an,
pembuatan naskah Sunda masih terus berlangsung meskipun dalam bentuk
penyalinan.
Naskah
Siksa Kanda Ng Karesian dan Carita Bujangga Manik ditulis di atas daun lontar
dan daun palem. Naskah-naskah lainnya ada pula yang ditulis di daun nipah, daun
enau atau daun kelapa. Cara menulisnya dikerat/digores dengan menggunakan alat
yang disebut peso pagot, sejenis pisau yang ujungnya runcing. Sedangkan
naskah-naskah yang lebih muda menggunakan kertas sebagai pengganti daun dan
ditulis dengan menggunakan tinta.
Sebagian
naskah-naskah itu ada yang tersimpan di museum baik di dalam maupun di luar
negeri. Tetapi sebagian besar lainnya disimpan di rumah penduduk atau
tempat-tempat tertentu yang dikeramatkan karena naskah dianggap sebagai barang
sakral. Pemegangnya juga orang tertentu saja.
Karena
cara penyimpanan yang tidak memenuhi syarat, adakalanya naskah rusak berat
sehingga tidak bisa terbaca lagi. Naskah di Lengkong, Kuningan misalnya, tahun
1982 masih bisa dibaca. "Tetapi ketika saya datang lagi ke sana pada tahun
1987, naskah sudah tidak bisa direkontruksi lagi," keluh Ekadjati.
Tetapi
ada juga naskah-naskah yang sudah tidak disimpan dengan baik karena ahli
warisnya merasa tidak mempunyai kepentingan lagi. Di Banjaran, sebuah daerah
yang letaknya di Bandung Selatan, naskah yang mereka miliki disimpan di kandang
ayam karena rumah sedang dibongkar. Atau ada pula yang menyimpannya di atas
langit-langit dapur, sehingga warnanya menjadi kuning kehitam-hitaman.
Dengan
cara penyimpanan seperti itu, apalagi berasal dari bahan-bahan yang mudah
lapuk, dalam beberapa tahun saja tidak mustahil naskah-naskah tersebut tidak
akan berbekas lagi, sebelum diteliti. Setelah terlambat, baru kemudian kita
menyadari telah kehilangan sejarah atau kekayaan budaya.
Sebelum
pengalaman pahit ini terjadi, Edi S Ekadjati dengan bantuan Toyota Foundation
kemudian mengabadikannya dalam bentuk mikro film. Sekarang, sekitar 2000 naskah
dari mikro film tersebut dimasukkan ke komputer sehingga suatu saat, bisa
dibuat katalog yang lebih lengkap. Ini melengkapi katalog naskah Sunda yang
sudah ada sekarang, yang memuat 1904 naskah.
DARI
sejumlah naskah tersebut, 95 naskah ditulis dalam huruf Sunda Kuno, 438 ditulis
dalam huruf Sunda-Jawa, 1.060 ditulis dengan huruf Arab (Pegon) dan 311 naskah
lainnya ditulis dengan huruf Latin. Selain itu masih ada 144 naskah yang
menggunakan dua macam aksara atau lebih, yakni Sunda-Jawa, Arab dan Latin.
Dilihat
dari jenis karangannya, naskah sejarah hanyalah sekitar 9 persen dan naskah
sastra sejarah 12 persen. Sebagian besar lainnya, 25 persen berupa naskah
sastra, dan naskah agama 15 persen. Sayang, walaupun jumlahnya banyak, baru
sedikit sekali yang diteliti. Eddi S. Ekadjati memperkirakan baru sekitar
100-125 judul saja yang diteliti. Ini berarti, tantangan untuk para peneliti
dalam meneliti sejarah Sunda masih sangat besar.
Penelitian
tersebut, menurut Edi S. Ekajati, idealnya dilakukan dulu secara filologis
karena ilmu yang menggarap naskah itu ialah filologi. Baru kemudian hasil
suntingan filolog tersebut dijadikan obyek atau bahan studi ilmu-ilmu lain
sesuai dengan jenis isi naskahnya. Sulitnya, sangat sedikit filolog yang
tertarik terhadap naskah Sunda.
Belum
lagi, lebih sedikit lagi yang bisa membaca huruf Sunda Kuno -- itupun sebagian
diantaranya berasal dari disiplin lain. Atja dan Saleh Danasasmita misalnya,
keduanya sudah meninggal. Sedangkan lainnya Ayatrohaedi dan Hasan Djafar
(arkeologi) lalu Kalsum dan Undang A Darsa. Edi S Ekadjati sebenarnya berlatar
belakang sejarah. Tetapi karena minatnya yang besar terhadap sejarah Sunda,
akhirnya mengharuskan ia mendalami filologi, sehingga dia acapkali dijuluki
"berada di dua perahu". Dia mengakui, karena terbatasnya filolog yang
berminat, maka jika seseorang ingin mengetahui sejarah Sunda maka ia harus berada
"di dua perahu".
SEJARAH
Sunda sangat boleh jadi berbeda dibanding sejarah etnis lain di Indonesia
karena daerah ini tidak banyak mewariskan peninggalan berupa prasasti atau
candi, tetapi lebih banyak berupa naskah yang kini tersimpan di museum atau
tempat-tempat lainnya. Di Perpustakaan Nasional saja misalnya, terdapat 89
naskah Sunda Kuno sedangkan yang sudah dikerjakan barulah tujuh naskah.
Tetapi
dari sedikit naskah itu, menurut Edi S. Ekadjati, ternyata sudah memberikan
sumbangan yang sangat besar terhadap sejarah Sunda. Baik mengenai daftar raja
yang memerintah dan masa pemerintahannya serta peristiwa-peristiwa sekitar yang
terjadi pada saat itu, sehingga walaupun belum secara lengkap sudah bisa
disusun raja-raja Sunda yang memerintah selama kurang lebih 800 tahun. Yakni,
sejak Sanjaya yang memerintah pada abad ke-8 sampai Raja Sunda terakhir pada
tahun 1579. Bahkan dengan naskah Siksa Kanda Ng Karesian yang ditulis pada masa
Sri Baduga Maharaja, diketahui beberapa aspek kebudayaan Sunda saat itu. Sri
Baduga Maharaja,dalam cerita rakyat diidentikkan dengan Prabu Siliwangi.
Jalan
untuk menyingkap tabir sejarah Sunda masih panjang. Di Perpustakaan Nasional
saja, masih 82 naskah lagi yang belum digarap. Walau demikian, Edi S Ekadjati
optimis, suatu saat sejarah Sunda bisa disusun lebih lengkap dan jelas. Salah
satu harapannya diletakkan pada jerih payah Ali Sastramidjaja atau Abah Ali,
seorang peminat sejarah Sunda, yang kini sedang menggarap naskah Ciburuy
bersama teman-temannya. (Her Suganda)
B.
Sejarah Pasundan mulai terkuak
Prasasti
koleksi Museum Adam Malik Jakarta, ikut memperkuat dugaan adanya kesinambungan
Kerajaan Pasundan dengan Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah. Bahkan bila
dikaitkan dengan temuan-temuan prasasti di Jawa Barat termasuk temuan tahun 90-an,
prasasti ini ikut memberi titik terang sejarah klasik di Tanah Pasundan yang
selama ini masih gelap.
Kepala
Bidang Arkeologi Klasik pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Dr
Endang Sri Hadiati didampingi peneliti arkeologi spesialis Sunda, Richadiana
Kartakusuma SU, mengemukakan itu saat ditemui Kompas di ruang kerjanya di
Jakarta, Senin (20/2). Keduanya ditemui dalam kaitan dengan Sejarah Klasik
Sunda yang selama ini masih gelap, bila dibanding dengan sejarah klasik di Jawa
Tengah, yang telah mampu memberikan sejarah lebih runtut.
Bila
benar dugaan adanya kesinambungan antara Raja Sunda dan Jawa Tengah ini, maka
ini merupakan asumsi sejarah baru dalam perkembangan sejarah nasional selama
ini. Endang Sri Hadiati menyatakan, kesinambungan atau adanya dugaan hubungan
antara Kerajaan Pasundandan kerajaan di Jawa Tengah itu disebut-sebut dalam
lontar Carita Parahiyangan yang ditemukan Ciamis, Jawa Barat.
Lontar
yang ditemukan tahun 1962 ini mengisahkan tentang raja-raja Tanah Galuh Jawa
Barat. Salah satu lontar dari Carita Parahiyangan yang belum diketahui angka
tahunnya itu di antaranya menyebut nama Sanjaya sebagai pencetus generasi baru
yang dikenal dengan Dewa Raja.
Apa
yang disebut dalam Carita Parahiyangan, menurut Richadiana, ada kesamaan makna
dengan prasasti yang ditemukan di Gunung Wukir, yang berada di antara daerah
Sleman dan Magelang (Jawa Tengah). Prasasti batu abad VII yang kemudian disebut
sebagai Prasasti Canggal itu secara jelas menyebut, bahwa di wilayah itu telah
berdiri wangsa atau kerajaan baru dengan Sanjaya nama rajanya, atau dikenal
kemudian sebagai Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
"Saya
belum berani memastikan adanya kesinambungan Raja Sunda dan Jawa. Yang pasti,
Carita Parihiyangan yang berisi tentang cerita raja-raja Galuh itu, salah
satunya menyebut nama Sanjaya yang membuat kerajaan baru, dan itu sama persis
yang disebutkan dalam prasasti Canggal di Jawa Tengah," tegas Richadiana.
Menurut
Richadiana, dugaan itu diperkuat pula dengan prasasti yang dikoleksi oleh Adam Malik
(almarhum), yang dikenal dengan prasasti Sragen (ditemukan di Sragen Jateng).
Richadiana tidak tahu persis kapan prasasti itu dikoleksi Adam Malik. Yang
pasti, prasasti itu isinya juga bisa menjadi fakta adanya dugaan kesinambungan
antara Kerajaan Pasundan dan Jawa.
Dua
abad hilang
Endang
Sri Hadiati dan Richadiana mengakui, sejarah Pasundan memang masih gelap,
artinya belum mempunyai alur sejarah yang mendekati pasti.
"Tonggak
sejarah klasik Jawa Barat hanya pada 6 buah prasasti Raja Tarumanegara sekitar
abad V. Temuan prasati lain tidak mendukung adanya kelanjutan sejarah, karena
selisih waktunya berabad-abad," tandasnya.
Namun
begitu, jika dicermati dan dikaitkan dengan temuan tahun 90-an ini, sebenarnya
hanya rentang waktu dua abad saja sejarah Klasik Sunda yang hilang, bila
dihitung sejak Raja Tarumanegara, yaitu antara abad ke V - VII.
Richadiana
mengatakan, setelah abad Raja Tarumanegara V sampai abad ke VII memang tidak
ditemukan prasasti. Namun lontar Carita Parahiyangan mengisahkan adanya kehidupan
raja-raja di Tanah Galuh pada abad VII, disusul kemudian adanya temuan prasasti
abad VIII Juru Pangambat. Prasasti ini ditemukan di seputar prasasti
Tarumanegara, yang mengisahkan tentang adanya seorang pejabat tinggi yang
bernama Rakai Juru Pangambat.
Menurut
Richadiana, prasasti Huludayueh yang ditemukan di Cirebon tahun 1990
mengisahkan bahwa antara abad 10 sampai 12 hidup seorang Raja bernama Pakuan.
Sebelum itu ditemukan prasasti di Tasikmalaya yang dikenal dengan prasasti
Rumatak. Prasasti berangka tahun 1.030 ini mengisahkan bahwa pada masa itu
hidup seorang Raja Jaya Bupati.
"Sebenarnya
kalau kita runut prasasti-prasasti itu sudah mengindikasikan adanya urutan
sejarah klasik Sunda. Tidak ada peminat yang mempelajari sejarah klasik orang
Sunda, selain orang Sunda sendiri. Itu yang menyebabkan sejarah Sunda seperti
merana,"tegasnya.
Bersambung
I'm not positive where you are getting your info, but great topic. I must spend some time learning more or understanding more. Thank you for magnificent info I used to be searching for this info for my mission.
BalasHapusHere is my weblog: florida drug testing in the workplace
Hello there, just became aware of your blog through Google, and found that it's truly informative. I am gonna watch out for brussels. I will appreciate if you continue this in future. A lot of people will be benefited from your writing. Cheers!
BalasHapusmy webpage - rtg bonus codes
I’m not that much of a online reader to be honest but your sites really nice, keep it up!
BalasHapusI'll go ahead and bookmark your site to come back down the road. All the best
Here is my homepage ... website spam immunity (alrebat.tadwen.com)
I got this web page from my friend who informed me on the topic of this
BalasHapussite and at the moment this time I am visiting
this web page and reading very informative articles or reviews at this
place.
Here is my web page; Divorce Mediation Seattle
Every weekend i used to pay a quick visit this site, as i
BalasHapuswant enjoyment, as this this web site conations genuinely fastidious funny stuff too.
Feel free to visit my web-site - approved credit counselors
Hi there to every body, it's my first pay a visit of this webpage; this web site carries awesome and in fact good data in support of visitors.
BalasHapusHere is my web site; domestic violence attorney **