Kamis, 09 Mei 2013

Konsep Pengembangan Teknologi untuk UMKM



Konsep Pengembangan Teknologi untuk UMKM
Konsep Pengembangan Teknologi untuk UMKM -  Hasil penelitian Kementerian Koperasi dan UMKM lebih jauh menginformasikan bahwa permasalahan pokok yang dihadapi oleh UMKM adalah rendahnya kualitas teknologi yang menyebabkan produktifitas dan kualitas produk UMKM juga menjadi rendah. Rendahnya kualitas produk UMKM menyebabkan mereka sulit memasarkan produknya ke pasar bebas,sehingga UMKM harus terus terikat pada pembeli tradisional  yaitu kelompok pemilik modal. Kondisi ini lebih diperburuk lagi dengan sistem pasar input produksi dan produk UMKM yang umumnya bersifat oligopoli dan dikuasai oleh beberapa pedagang yang membentuk kartel. 

Akibatnya baik dalam pengadaan bahan baku maupun penjualan hasil produk UMKM hanya berperan sebagai penerima harga 
(price taker) yang menyebabkan pendapatan UMKM tidak pernah dapat diperbaiki. Karena pendapatan yang rendah, UMKM tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki kualitas teknologi. Rendahnya kualitas produk UMKM pada beberapa komoditas seperti karet, kopi, dan kakao menjadi kesempatan bagi kalangan pemilik modal untuk mengambil keuntungan dengan cara menetapkan harga pembelian secara sepihak. Hal ini menyebabkan UMKM terjebak dalam pola hubungan patron client leadership. 

Inti permasalahan dari ketertinggalan UMKM di bidang teknologi merupakan akibat dari tiga kondisi yang ada dilingkungan UMKM yaitu:
1. ketidakmampuan usaha membeli atau mengakuisisi teknologi dari perusahaan lain atau luar negeri karena  margin profit yang kecil,
2. lemahnya “self learning” dan atau dalam bahasa lain kelemahan kewirausahaan (enterpreuneurship) dalam adaptasi teknologi baru,
3. akses untuk memperoleh atau informasi pasar (input dan output) dan teknologi masih kurang.

Dilihat dari sudut pandang ekonomi publik, sangat beralasan pemerintah untuk melakukan intervensi yang bersifat “public investment” dibidang teknologi.  Walaupun  “social rate return” teknologi diketahui tinggi, sampai saat ini pemerintah belum begitu tertarik mengadakan investasi jangka panjang tersebut.  Argumen ekonomi dibalik perlunya peranan pemerintah dalam  “public investment” ini adalah pemerintah sebagai  “economic agent” lebih bersifat netral terhadap kegagalan inovasi.  

Lebih lanjut dari hasil kajian Kementerian Koperasi dan UKM diketahui bahwa tiga bidang strategis yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan teknologi dikalangan UMKM adalah:
Pertama  :   pembangunan infrastruktur transportasi dan unsur pendukung produksi seperti listrik, irigasi dan air bersih agar adopsi teknologi mudah dilakukan dan lalu lintas barang, jasa, modal dan informasi dapat diperbaiki. Membaiknya jaringan transportasi juga dapat mendorong pertumbuhan usaha karena jaringantransportasi mela hirkan ongkos transaksi murah (low transaction cost)  sehingga dapat memperbaiki posisi penentuan harga-harga produk UKM.  

Kedua   :  pemerintah aktif melakukan promosi industri via pembentukan dan pengembangan bantuan modal tetap melalui pasar kredit, membangun sentra industri dengan pembaharuan konsep (pada masa lalu model sentra industri telah gagal). Saat ini nampaknya model sentra produksi ini mau dihidupkan kembali (reborn)  dengan nama pembangunan dan pengembangan  “cluster”  pada jenis industri tertentu (Rodriguez and Sandee, 2001).  Konsep “cluster” mengandung arti kolektivisme industri yang dapat mensubstitusi kelemahan tiap unit usaha. Kluster industri karena  “proximity”  lokasi yang berdekatan, memudahkan pemerintah dalam membangun infrastruktur, ketersediaan perbankan dan informasi pasar sekaligus jauh lebih mudah bagi UKM melakukan  “self learning” baik dalam inovasi murni dan meminjam (borrowed)  teknologi melalui sub kontrak atau melalui kerjasama dengan usaha lain.

Ketiga   :  pemerintah mempromosikan sektor swasta untuk mengembangkan “trading houses” yang berperan sebagai katalisator dalam adaptasi teknologi.   Trading house  dalam proses kerjasama pembelian dan penjualan selalu membawa desain dan teknologi dalam pesanan barang berkualitas yang ditujukan ke pasar luar negeri.  Trading house (sebagai  intermediate buyer/agent) biasanya mengajarkan desain barang yang dibutuhkan dan UKM (sebagai produsen yang menjadi patnernya) dapat melakukan perbaikan teknologi melalui proses transfer teknologi, knowledge  dan  knowhow.   Secara perlahan alih teknologi dapat berjalan melalui perdagangan yang dimotori usaha perdagangan (trading houses)  ini.
Sekian, semoga bermanfaat

Artikel yang lainnya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungannya di blog UMKM CIPATAT. Sudah baca artikelnya?, silahkan beri komentar dibawah. Dan berkomentarlah yang santun, No SARA atau Ejekan. Mohon untuk tidak melakukan spam yang tidak ada hubungannya dengan isi blog UMKM Cipatat. Jangan ragu untuk copy paste....kalau artikel ini dirasa bermanfaat, silahkan berbagi dengan yang lain dan selalu ingat dengan UMKM Cipatat.......OK !