Makna mudik lebaran bagi orang muslim; Wahai,
manusia. Hiasilah hubungan dengan kerabatmu untuk mencari ridha Allah Ta’ala.
Dengan bersilaturahmi, keberkahan umur dan rizki akan di raih dan derajat mulia
akan tercapai di sisi Allah Ta’ala. Ketahuilah, silaturahmi dengan sanak
kerabat dan famili merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullahlullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:”Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan ditambah umurnya, maka hendaklah melakukan silaturrahmi.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullahlullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:”Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan ditambah umurnya, maka hendaklah melakukan silaturrahmi.
Silaturrahmi
yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap orang-orang yang telah
berbuat baik terhadap kita. Namun, silaturrahmi yang sebenarnya ialah
menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan tali silaturahmi
dengan kita.
Dari
Abdullah bin Amr radhiyallâhu’anhu, Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam
bersabda:”Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturahmi adalah orang
yang membalas kebaikan, namun orang yang menyambung silaturahmi adalah orang
yang menyambung hubungan dengan orang yang telah memutuskan silaturahmi.
TRADISI
‘MUDIK LEBARAN’ DALAM TINJUAN ISLAM; Sebagian besar kaum
Muslimin di negeri kita mengira, bahwa mudik lebaran ada kaitannya dengan
ajaran Islam, karena terkait dengan ibadah bulan Ramadhan. Sehingga banyak yang
lebih antusias menyambut mudik lebaran daripada mengejar pahala puasa dan
lailatul qadr. Dengan berbagai macam persiapan, baik tenaga, finansial,
kendaraan, pakaian dan oleh-oleh perkotaan. Ditambah lagi dengan gengsi
bercampur pamer, mewarnai gaya mudik. Kadang dengan terpaksa harus menguras
kocek secara berlebihan, bahkan sampai harus berhutang.
Menjelang
Hari Raya ‘Iedul Fitri, kantor pegadaian menjadi sebuah tempat yang paling
ramai dipadati pengunjung yang ingin berhutang. Padahal yang benar, mudik tidak
ada kaitannya dengan ajaran Islam karena tidak ada satu perintahpun baik dari
Al-Qur’an maupun As Sunnah yang menyatakan bahwa, setelah menjalankan ibadah
Ramadhan harus melakukan acara silaturahmi untuk kangen-kangenan dan
maaf-maafan, karena silaturahmi bisa dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan dan
kondisi.
Apabila
yang dimaksud mudik lebaran sebagai bentuk kegiatan untuk memanfaatkan momentum
dan kesempatan untuk menjernihkan suasana keruh dan hubungan yang retak,
sementara tidak ada kesempatan yang baik kecuali hanya waktu lebaran, maka
demikian itu boleh-boleh saja. Namun, bila sudah menjadi suatu yang lazim dan
dipaksakan, serta diyakini sebagai bentuk kebiasaan yang memiliki kaitan dengan
ajaran Islam, atau disebut dengan istilah tradisi Islami, maka demikian itu
bisa menciptakan tradisi yang batil dalam ajaran Islam. Sebab
seluruh macam tradisi dan kebiasaan yang tidak bersandar pada petunjuk syariat
merupakan perkara bid’ah dan tertolak, sebagaimana sabda Nabi Shallallâhu
‘Alaihi Wasallam:
Aku
wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allâh, patuh dan taat
walaupun dipimpin budak habasyi. Karena siapa yang masih hidup dari kalian,
akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku
dan sunnah para khulafaur rasyidin yang memberi petunjuk. Berpegang teguhlah
kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Waspadalah terhadap
perkara-perkara baru (bid’ah), karena setiap perkara yang baru adalah
bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat. (Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
SILATURAHMI YANG SESUAI DENGAN SUNNAH; Makna silaturahmi,
secara bahasa adalah dari lafadz rahmah, yang berarti lembut dan kasih sayang. Abu
Ishaq rahimahullâh berkata: “Dikatakan paling dekat rahimnya adalah orang
yang paling dekat kasih sayangnya dan paling dekat hubungan kekerabatannya”.
Imam
Al-Allamah Ar-Raghib Al-Asfahani rahimahullâh berkata, bahwa ar-rahim berasal
dari rahmah, yang berarti lembut yang memberi konsekuensi berbuat baik kepada
orang yang disayangi. Oleh
sebab itu, silaturrahmi merupakan bentuk hubungan dekat antara bapak dan
anaknya, atau seseorang dengan kerabatnya dengan kasih sayang yang dekat,
sebagaimana firman Allâh Ta’ala:
“Dan
bertakwalah kepada Allâh, yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling
meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim.” (QS An
Nisa‘:1)
Silaturahmi
dan berbuat baik kepada orang tua dan sanak kerabat merupakan urusan yang
sangat penting, kewajiban yang sangat agung, dan amal salih yang memiliki
kedudukan mulia dalam agama Islam, serta merupakan aktifitas ibadah yang sangat
mulia dan berpahala besar. Banyak nash, baik dari Al-Qur‘an dan Sunnah yang
memberi motivasi untuk silaturahmi dan mengancam siapa saja yang memutuskannya
dengan ancaman berat.
Allah
Ta’ala berfirman, yang artinya :“(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian
Allah sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan
Allâh (kepada mereka) untuk menyambungnya dan membuat kerusakan di muka
bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS Al Baqarah : 27). Pada
ayat di atas terdapat anjuran agar setiap muslim melakukan silaturrahmi dengan
kerabat dan sanak famili. Abu Ja’far Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullâh
berkata: “Pada ayat di atas, Allâh menganjurkan agar menyambung hubungan
dengan sanak kerabat dan orang yang mempunyai hubungan rahim dan tidak
memutuskannya”.
Oleh
sebab itu, hendaknya setiap muslim melakukan silaturrahmi dengan sanak kerabat,
baik dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan, baik sekandung maupun
hanya saudara sebapak atau seibu, atau sepersusuan. Semua hendaklah saling
menyayangi, menghormati dan menyambung hubungan kekerabatan, baik pada saat
berdekatan maupun berjauhan. Dari
Aisyah radhiyallâhu’anha, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda: “Rahim adalah syajnah (bagian limpahan rahmat) dari Allâh.
Barangsiapa
yang menyambungnya, maka Allâh akan menyambungnya. Dan barangsiapa yang memutuskannya,
niscaya Allâh akan memutuskannya.” Hubungan
persaudaraan, khususnya antara saudara laki-laki dan saudara perempuan memiliki
sentuhan yang sangat unik. Yaitu sentuhan batin
yang sangat lembut serta kesetiaan yang sangat dalam. Semakin hari semakin
subur, walaupun berjauhan jarak
tempatnya.
Dari
Abu Hurairah radhiyallâhu’anhu, ia berkata, bahwa Rasûlullâh Shallallâhu
‘Alaihi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk". Dan
setelah usai darinya, maka rahim berdiri lalu berkata: “Ini adalah tempat
orang berlindung dari pemutusan silaturrahmi”. Maka Allâh berfirman: “Ya.
Bukankah kamu merasa senang Aku akan menyambung hubungan dengan orang yang
menyambungmu, dan memutuskan hubungan dengan orang memutuskan denganmu?”
Ia
menjawab: “Ya”. Allâh berfirman: “Demikian itu menjadi hakmu”. Barangsiapa
yang memutuskan hubungan silaturrahmi tanpa alasan syar’i, maka berhak
mendapatkan sanksi berat dan kutukan dari Allâh Ta’ala, serta diancam tidak
masuk surga. Allah
Ta’ala berfirman: “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan
dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allâh perintahkan supaya
dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi. Orang-orang itulah yang
memperoleh kutukandan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).”(QS Ar
Ra’d : 25)
Dari
Jubair bin Muth’im radhiyallâhu’anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi
Wasallam bersabda: Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan
kerabat.
KESALAHAN-KESALAHAN PADA SAAT HARI RAYA ‘IEDUL FITRI; Hari Raya ‘Iedul
Fitri merupakan salah satu syiar kemuliaan kaum Muslimin. Pada hari itu, kaum
Muslimin berkumpul. Jiwa-jiwa menjadi bersih dan persatuan terbentuk, Pengaruh
kejelekan dan kesengsaraan hilang. Yang nampak pada hari itu hanyalah
kebahagiaan. Namun yang pantas disesali, pada hari itu sering terjadi kekeliruan-kekeliruan
dalam merayakannya. Di antaranya:
1.Meniru
orang kafir dalam berpakaian. Fenomena ini merupakan hal aneh. Padahal seorang
muslim dan muslimah seharusnya memiliki semangat untuk menjaga agama,
kehormatan dan fitrahnya. Jangan tergoda dengan ikutikutan meniru kebiasaan
orang-orang yang tidak menjaga kehormatannya.
2.Sebagian
orang menjadikan hari raya sebagai syiar melaksanakan kemaksiatan, sehingga
secara terang-terangan ia melakukan perbuatan yang diharamkan. Misalnya dengan
mendengarkan musik dan nyanyian dan memakan makanan yang diharamkan Allah
Ta’ala.
3.Dalam
berziarah (kunjungan) tidak memperhatikan etika Islami. Contohnya :
bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, saling berjabat tangan
antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
4.Berlebih-lebihan
dalam membuat makanan dan minuman yang tidak berfaedah, sehingga banyak yang
terbuang, padahal banyak kaum Muslimin yang membutuhkan.
5.Hari
Raya merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menyatukan hati kaum Muslimin,
baik yang ada hubungan kerabat ataupun tidak. Juga kesempatan untuk mensucikan
jiwa dan menyatukan hati. Namun pada kenyataannya, penyakit hati masih tetap
saja bercokol.
6.Menganggap
bahwa silaturahmi hanya dikerjakan pada saat hari raya saja.
7.Menganggap
bahwa pada hari raya sebagai saat yang tepat untuk ziarah kubur.
8.Saling
berkunjung untuk saling maaf-memaafkan di antara para kerabat dan sanak famili
dengan keyakinan saat itulah yang paling afdhal.
SILATURAHMI YANG PALING UTAMA ADALAH BIRRUL WALIDAIN; Allah Ta’ala
mewajibkan seorang anak untuk taat, berbuat baik dan berbakti kepada kedua
orang tuannya. Bahkan Allah Ta’ala menghubungkan perintah beribadah kepadaNya
dengan berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana firman Allah Ta’ala: Dan
Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka. Dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS Al Isra` : 23)
Birrul
walidain adalah berbuat baik kepada kedua orang tua, baik berupa bantuan
materi, doa, kunjungan, perhatian, kasih sayang, dan menjaga nama baik pada
saat hidup atau setelah wafat. Orang tua merupakan kerabat terdekat, yang
banyak mempunyai jasa dan kasih sayang yang besar sepanjang masa, sehingga
tidak aneh kalau hak-haknya juga besar.
Allah
Ta’ala berfirman : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKu-lah kembalimu.(QS
Luqman : 14)
KEUTAMAAN
BIRUL WALIDAIN; Di dalam Al-Qur‘an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam banyak disebutkan secara berulang-ulang, agar seorang anak berbuat
baik kepada kedua orang tuanya. Kebaikan dan pengorbanan orang tua tidak
terhitung jumlahnya, baik berupa jiwa raga dan kekuatan, tidak berkeluh kesah
dan tidak meminta balasan dari anaknya.
Adapun
anak, ia harus selalu diberi wasiat dan diingatkan agar senantiasa mengingat
terhadap jasa orang tua, yang selama ini telah mencurahkan jiwa dan raga serta
seluruh hidupnya untuk membesarkan dan mendidiknya. Seorang
ibu, selama mengandung mengalami banyak beban berat. Allâh Ta’ala menyebutkan,
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan
menyapihnya dalam dua tahun. Ibu lebih banyak menderita dalam membesarkan dan
mengasuh anaknya. Penderitaan ketika hamil, tidak ada yang bisa merasakan
payahnya, kecuali kaum ibu.
Imam
Bukhari rahimahullah di dalam Adabul Mufrad, dari Abu Burdah radhiyallâhu’anhu,
bahwa ia menyaksikan Ibnu Umar radhiyallâhu’anhu dan seorang laki-laki dari
Yaman sedang melakukan thawaf -sambil menggendong ibunya di belakang
punggungnya-. Laki-laki
tersebut berkata: ‘Sesungguhnya saya menjadi tunggangannya yang tunduk,
jikalau tunggangan lain terkadang susah dikendalikan, aku tidaklah demikian’. Lalu
ia bertanya kepada Ibnu ‘Umar: ‘Wahai Ibnu Umar, apakah dengan ini saya
sudah membayar jasanya?.
Beliau
menjawab: ”Sama sekali belum, walaupun satu kali sengalan nafasnya (saat
melahirkanmu)”. Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu’anhu,
bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :”Sesungguhnya الله berwasiat
agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, lalu
Allah berwasiat agar berbuat baik kepada ibu-ibumu, kemudian Allâh
berwasiat kepada bapak-bapakmu, dan kemudian Allâh berwasiat kepada kalian
agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu.”
Begitulah,
anak adalah bagian hidup dan belahan hati orang tua. Kasih sayangnya mengalir
di dalam darah daging keduanya. Seorang anak selalu merepotkan dan menyita
perhatian kedua orang tuanya. Tatkala kedua orang tua tetap berbahagia dengan
keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa cepatnya seorang anak melalaikan
semua jasa orang tuanya, dan hanya sibuk mengurus isteri dan anak-anaknya.
Padahal berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan keputusan mutlak dari
Allâh Ta’ala, dan merupakan ibadah yang menempati urutan ke dua setelah ibadah
kepada Allâh Ta’ala.
Mari kita segera mulai dengan berbuat baik, menghormati dan
memuliakan mereka berdua. Karena birrul walidain memiliki keutamaan.
hallo! mau kasih info sedikit nihh , di EDENPOKER lagi memberikan bonus
BalasHapus10.000 Ribu GRATISS LHOO dan kami juga memberikan bonus next depo 5 % juga lhoo
ayoo buruaan gabung bersama kami di E D E N P O K E R . C O